Total Tayangan Halaman

Kamis, 23 Juni 2011

Dipan Kenangan Mandara Giri

Om Swastyastu
Dear readers di seluruh dunia maya maupun non-maya ...
Siang itu.....bulatan merah kecil pada hari Rabu tanggal 15 Juni 2011 pada kalender Bali tulisan Guru Bangbang Gede Wisma yang saya dapat secara cuma-cuma  dari sebuah toko oleh-oleh khas Bali menyentakkan ingatan saya. Ya, saya jadi tersadar bahwa hari itu adalah Purnama. Bagi saya purnama kali itu sangatlah berbeda dan istimewa. Bukan karena ukuran penampakan bulan yang tidak sebesar dan seterang biasanya, bukan pula karena bulannya mendadak panas. However, saat itu saya jadi teringat bahwa pukul 22.00 Wita saya harus sudah berkumpul di SMA Negeri 2 Mengwi. Ada apa ke sekolah malam-malam? Arisan PKK? Bukan. Siswa belajar untuk mencerdaskan anak bangsa? Juga bukan. Lalu apa? Di sekolah, kami hanya menitip motor kepada Pak De Surata karena bus yang memberangkatkan kami menunggu di jalan raya depan mini  market dekat sekolah. Lagian, kami baru akan kembali pada tanggal 17 Juni 2011 setelah melakukan spiritual trip ke beberapa pura Hindu yang ada di Jawa Timur dengan biaya sendiri, tentunya. Untuk aktifitas ini kerjaan sebagai pengajar Privat Bahasa Korea pun saya istirahatkan sampai saya kembali.

Sekitar jam 18.00, setelah sembahyangan dan melukat di sanggah di Bongkasa, saya mampir sebentar ke Graha Canggu Permai Blok A No. 4 untuk mengambil tas yang telah dipersiapkan oleh my wife sejak tadi siangnya. She didn't join me becuase she would have final test in her campus the following day. Disamping itu dia trauma naik bus karena pernah "moon-tah"  di sepanjang perjalanan Denpasar-Jogja beberapa tahun yang lalu ketika hendak melihat wisuda salah seorang kerabat kami.
Berpose "berdua"di depan Bromo Temple

Pukul 21.00 saya  memberanikan diri menaklukkan arogansi malam. Maksudnya? Sebelum berangkat saya memaksa diri mengguyur tubuh saya meskipun dinginnya kagak ketulungan. Terus terang, saya sangat jarang mandi pada malam hari. Bukan karena takut dimarahi dokter, tapi memang alergi dingin. Saat WJTS (Waktu Jam Tembok Saya) menunjuk angka 21.30, setelah nyaluk jaler dan kaos, dengan membawa sebuah tas dan sebungkus canang--sarana persembahyangan, saya menjewer telinga  "Si Hijau" Kawasaki ZX-R kencang-kencang ke tempat bus Cendrawasih menunggu rombongan kami agar Pak Suweda dan kawan-kawan tidak meninggalkan saya... (bersambung)